Rabu, 19 November 2014

Penerapan dan Pelanggaran Hukum di Indonesia



Hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden yang kemudian dipatuhi oleh seluruh masyarakat Indonesia. Peraturan dibuat untuk memperkecil terjadinya permasalahan yang terjadi di negara, agar terciptanya negara yang aman dan terstruktur (negara yang tertata rapi dari pemerintahannya sampai ke kehidupan negara tersebut). Maka dari itu peraturan harus dibuat dan dilaksanakan dengan tegas dan keras. Jika ada yang melanggarnya maka akan diberikan hukuman seberat – beratnya, agar pelanggar peraturan jera dan tidak melanggar kembali, juga untuk membuat orang lain tidak akan melanggar peraturan.

 Namun sayangnya masyarakat lebih sering melanggar peraturan tersebut dari pada mematuhinya. Mungkin mereka masih memegang teguh sebuah kalimat yang berbunyi “Peraturan ada untuk dilanggar”.  Mereka menganggap enteng peraturan peraturan kecil dan melanggarnya begitu saja. Contoh seperti melanggar rambu – rambu lalu lintas, yang seharusnya lampu merah kendaraan harus berhenti, tapi ketika melihat jalanan sepi tetap menerobos begitu saja. Jikalau mendapat tilang dari polisi mereka akan mengeluh tidak terima dan mencari-cari alasan, padahal dia tahu dia telah melanggar peraturan. Dari kejadian kecil ini peraturan harus tetap ditegakkan, hukuman tetap berlaku sesuai dengan perundang-undangan yang telah dibuat. Namun jangan juga hal kecil seperti ini diperhatikan namun untuk hal besar malah dilewatkan. Seperti para koruptor, mereka telah melanggar peraturan yang sangat berdampak besar bagi negara.  Dihukum dengan seberat-beratnya sudah pasti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dibuat dengan tegas. Jangan karena mereka pejabat tinggi yang bersalah jadi peraturan perundang-undangan dilemahkan. Dimana letak fungsi hukuman bagi pelanggar perundang-undangan jika terdapat peraturan yang membuat orang bersalah malah mendapatkan pengurangan hukuman.

Hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah berjalan dengan baik. Hanya saja ada oknum-oknum tertentu yang bahkan memanfaatkan peraturan perundang-undangan untuk meringankan hukuman untuk orang yang bersalah. Kurangnya dari hukum peraturan perundang – undangan di Indonesia adalah kurang tegasnya isi dari peraturan tersebut. Ada suatu kejadian dimana seorang nenek Artija dipidanakan oleh anak kandungnya sendiri karena hanya menebang pohon di tanah anaknya, nenek artija di vonis dapat mendekam di dalam penjara hingga 7 tahun lamanya (baca:http://news.fimadani.com/read/2013/03/29/tebang-pohon-di-tanah-anaknya-nenek-artija-dipidanakan-anak-kandung/). Sedangkan Ibu AtutChosiyah dalam kasus suap pemilu kepala daerah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, dijatuhkan hukuman 4 tahun penjara (baca:http://www.tempo.co/read/news/2014/09/02/078603797/Golkar-Belum-Putuskan-Pengganti-Atut). Ini terbukti bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan di Indonesia masih belum kuat. Seharusnya pasal-pasal tersebut dapat di refisi ulang, agar hukuman yang berlaku adil untuk seluruh rakyat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar